6/09/2013

Internalisasi Pendidikan Islam bagi Mahasiswa





Oleh Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd.
(Buletin Iltizam) 

Hakikat tujuan hidup manusia dalam pandangan Islam adalah untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Hal ini dapat dicapai melalui pelaksanaan tugas dan fungsi kehadiran manusia, yaitu mengabdi kepada Allah (QS, 51: 56), dan menjadi khalifah-Nya di bumi (QS, 2: 30). Kebahagiaan hakikatnya terletak pada makna dan nilai setiap perjuangan dan kerja kemanusiaan (amal salih) yang dilandasi oleh niat menghambakan diri kepada-Nya.
Untuk mencapai tujuan hidup di atas, setiap manusia dibekali dengan berbagai potensi, mulai dari fisik-panca indera, insting, hawa nafsu, akal, serta hati. Semua potensi ini memerlukan latihan, bimbingan, dan pengajaran agar dapat berfungsi optimal dan berjalan selaras dalam mengantarkan pada tujuan hidup manusia. Proses pengembangan potensi ini disebut dengan pendidikan.
Pendidikan menurut ajaran Islam, bertujuan mengantarkan peserta didik menjadi manusia paripurna (insan kamil), yang memiliki keutuhan dalam dimensi keimanan, jiwa dan pandangan hidup islami, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, pendidikan Islam berupaya mengembangkan secara bersama-sama kemampuan dzikr, fikr, dan amal salih pada diri peserta didik.
Pendidikan Islam tentunya harus disampaikan secara berjenjang sesuai dengan tingkatan perkembangan usia dan kematangan peserta didik. Pada level mahasiswa, pendidikan Islam akan sangat menentukan, karena jenjang inilah yang terakhir dilewati oleh peserta didik sebelum ia memasuki kehidupan bermasyarakat melalui profesi yang dipilihnya. Mahasiswa merupakan fase yang sangat menentukan bagi perjalanan dan eksistensi seseorang di kemudian hari.
Pendidikan Islam pada jenjang pendidikan tinggi, tidak lagi hanya diarahkan pada penguasaan pengetahuan tentang apa dan bagaimana Islam itu, namun lebih diarahkan pada keterpaduan antara Islam dan ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu. Pendidikan Islam bagi mahasiswa diarahkan untuk mengatarkan mereka menjadi ulu al-albaab,  yaitu seorang yang memiliki ketajaman pandangan mata (visi), kecerdasan otak, kelembutan hati, serta jiwa dan semangat perjuangan (jihad di jalan Allah swt.) dengan sebenar-benar perjuangan, yaitu melakukan amar ma’ruf dan nahiy munkar.
Syarat dari uli al-albaab adalah memiliki tauhid yang kuat. Dengan kesadaran dan penghayatan terhadap kalimat syahadat, ia menjadi seorang yang memiliki optimisme dan  percaya diri yang tinggi. Ia meyakini bahwa Allah akan selalu membimbing dan menolong hamba-Nya. Ia juga meyakini bahwa semua manusia di hadapan Allah adalah sama derajatnya, dan hanya ketakwaanlah yang membedakannya. Ia menjadi seorang yang berani, tidak merasa rendah diri, dan menyongsong masa depan dengan penuh semangat dan keyakinan.
Proses pendidikan yang mampu mengantarkan mahasiswa menjadi uli al-albaab, harus menyatukan dimensi dzikr, fikr, dan amal salih. Dimensi dzikr, ditopang dengan kegiatan jama’ah shalat, kehidupan ma’had, jama’ah tahtiim al-Qur’ani, majelis doa, dan majelis dzikr lainnya. Pengembangan fikr ditujukan untuk mengembangkan daya kritis dan analitis mahasiswa. Dalam hal ini porsi terbesar diserahkan kepada mahasiswa, dengan dorongan dan bimbingan dari dosen. Mahasiswa diharapkan memanfaatkan forum-forum perkuliahan untuk kepentingan diskusi, pengembangan dan konfirmasi informasi dan pengetahuan yang dicarinya dari sumber-sumber yang tidak terbatas. Budaya riset juga harus dikembangkan oleh mahasiswa dalam pembelajaran, tidak hanya untuk kepentingan menyelesaikan tugas akhir. Melalui budaya riset ini mahasiswa dapat mengasah metodologi dan kebiasaan berfikir kritis dan sistematis. Semua pendekatan dalam pengembangan keilmuan tersebut dipandu oleh ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi landasan normatif setiap dimensi keilmuan.
Pengembangan konsep amal salih diterjemahkan dalam tiga dimensi kinerja, yaitu: profesionalitas, keihlasan (transendensi motivasi), dan kemanfaatan (kemsalahatan). Seorang mahasiswa yang tercetak sebagai uli al-albaab, akan menjadi seorang profesional sesuai dengan jurusan/program studi yang dipilihnya. Ia bekerja sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Namun lebih dari itu, dalam bekerja ia memiliki motivasi transendental yaitu mengharapkan ridlo Allah, sehingga ia melakukan yang terbaik pada setiap pekerjaannya. Motivasi ini juga melandasi pilihannya bahwa apa pun yang dilakukan harus menuju kepada kemaslahatan, tidak boleh membawa kemudlaratan.
Keterpaduan dzikr, fikr, dan amal salih dalam diri seorang uli al-albaab itu dirumuskan STAIN Salatiga dalam slogan: Mengembangkan Spiritualitas, Intelektualitas dan Profesionalitas. Inilah essensi yang hendak kita bangun bersama dalam diri civitas akademika STAIN Salatiga.
Semoga Allah swt selalu memberikan bimbingan dan kekuatan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

terimakasih atas kunjungannya

we love palestina

Lambang LDK

hubungi kami di:

Jl. Tentara Pelajar No. 2 gedung A, Lt. I kampus I STAIN Salatiga 50721
Phone: 085744479682
E-mail: ldkdarulamal.stainsltg@gmail.com
FB: LDK Darul Amal STAIN Salatiga "