JURNAlISTIK secara ISLAMI
Kemabali lagi dalam KISMIS "Kajian Intensif Mahasiswa" yang diselengarakan oleh Bid.Syiar LDK. Kali ini Kismis telah menyajikan kajian yang memang ditunggu-tunggu oleh para teman-teman yang suka bergelut dalam bidang Jurnalistik. Kali ini KISMIS ingin mencari tahu bagaimana sich Jurnalistik Islami dan bagaimana Jurnalistik yang benar itu? yang sesuai Agama kita dan materi kali ini akan disampaikan oleh:
Sigied Himawan Yudhanto dibantu kawan-kawan.
"Yuk Kita Lihat Penjelsannya"
Kata Mereka?
“Jurnalistik Islami adalah jurnalistik yang bisa melawan arus informasi dari musuh-musuh Islam, jurnalistik yang gak lebay” (Zaid, Santri PONPES Al-Mukmin)
Jurnalistik Islami adalah sebagai suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam
Jurnalistik Dakwah:
Visi Misi Dakwah Bil Qolam
(Rosdakarya Bandung, 2003)
Sejarah jurnalistik Islami ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW ketika membuat surat-surat dakwah untuk dikirimkan kepada para raja, seperti kepada Heraklius raja Romawi, Kisra Kaisar Parsi, dan Najasyi Raja negeri Habasyah, dan lain-lain – surat-surat dakwah itu berisi ajakan untuk menerima Islam.
Pers berasal dari bahasa londo “pers” yang artinya menekan.
Padanan kata juga dapat ditemukan di bahasa Inggris “press” yang artinya juga menekan.
Fungsi Informatif
Fungsi Kontrol
Fungsi Interpretatif
Fungsi Entertainment
Fungsi Regeneratif
Fungsi Right Guardian
Fungsi Ekonomi
Fungsi Swadaya
Berita lebih mudah di ketahui daripada didefinisikan
Menurut lord Nortchlife “News is anything out of ordinary”
Walkley menambahkan “combined with the element of surprise”
Berita harus akurat
Berita harus lengkap adil & berimbang
Berita harus objektif
Berita harus ringkas dan jelas
Berita harus hangat
1 ordinary man + 1 ordinary life = 0 Not NEWS
1 ordinary man + 1 extraordinary adventure = NEWS
1 ordinary husband + 1 ordinary wife = 0 Not NEWS
1 ordinary husband + 44 ordinary wife = NEWS
Sigied Himawan + eat supermi = 0 Not NEWS Sigied Himawan + eat superman = NEWS
Amerika defeat Indonesia in war is NEWS
Indonesia defeat Amerika in war is
Shiddiq
Shiddiq berarti benar. Maksudnya, Nabi Muhammad saw adalah pembawa kebenaran. Apa yang diucapkan Nabi saw adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).(Q.S.An-Najm[53]:4).
Sebagai pembawa kebenaran, Nabi Muhammad saw tentunya memiliki kepribadian yang sangat jujur. Bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul, beliau memiliki kepribadian yang sangat jujur sehingga mendapat gelar Al-Amin (orang yang dapat dipercaya) dalam lingkungan sosialnya.
Maka apa yang seharusnya dilakukan pers Islam dalam meneladani sifat siddik tersebut adalah menyajikan pemberitaan atau isi siaran yang jujur; fakta dan data diterangkan secara benar, objektif, dan jelas sumbernya, kemudian berpihak kepada ideologi Islam.
Amanah
Amanah berarti bahwa Rasulullah Muhammad saw adalah pribadi yang sangat bertanggung jawab terhadap suatu pekerjaan atau apa saja yang diembankan kepadanya. Sehingga beliau adalah pribadi yang selalu melaksanakan segala urusan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, menepati janji, dan tidak pernah berkhianat.
Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesunguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. An-Nisa [4]:58)
Maka dari sini, pers Islam yang meneladani sifat amanah adalah pers yang bekerja secara profesional, proporsional, objektif, dan bertangung jawab sosial
Tabligh
Tabligh berarti menyampaikan. Maksudnya, Rasulullah saw selalu menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya.
Allah SWT berfirman:
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan dari Tuhanmu..”(Q.S. Al-Maidah [5]:67).
Karena memiliki sifat tabligh, tentunya Rasulullah Saw merupakan pribadi yang sangat komunikatif. Maka bagi pers Islam yang meneladani sifat tabligh Rasulullah saw harus selalu menyampaikan kebenaran Islam secara terus terang dan komunikatif kepada khalayaknya.
Fathonah
Rasulullah Muhammad saw memiliki sifat fathonah yang berarti cerdas. Kecerdasan Rasuldakwah, strategi berpolitik, berperang dan lain-lain. Selain memiliki sifat yang cerdas, beliau juga mencerdaskan karena ajaran Islam yang disampaikannya merupakan solusi terbaik bagi kehidupan manusia.
Allah SWT berfirman:
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (Q.S.Ali-Imran: [3]: 110).
Maka pers Islam yang meneladani sifat fatonah Rasulullah saw berarti berusaha menjadikan dirinya hadir dihadapan khalayak selalu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan kehidupan manusia.
1. Sebagai Pendidik (Muaddib), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Ia harus lebih menguasai ajaran Islam daru rata-rata khalayak pembaca. Lewat media massa, ia mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Ia memikul tugas mulia untuk mencegah umat Islam dari berperilaku yang menyimpang dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa non-Islami yang anti-Islam.
2. Sebagai Pelurus Informasi (Musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis Muslim.
- Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam.
- Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam.
- Ketiga, lebih dari itu jurnalis Muslim dituntut mampu menggali –melakukan investigative reporting– tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia.
Peran Musaddid terasa relevansi dan urgensinya mengingat informasi tentang Islam dan umatnya yang datang dari pers Barat biasanya biasa (menyimpang, berat sebelah) dan distorsif, manipulatif, alias penuh rekayasa untuk memojokkan Islam yang tidak disukainya. Di sini, jurnalis Muslim dituntut berusaha mengikis fobi Islam (Islamophobia) yang merupakan produk propaganda pers Barat yang anti-Islam.
3. Sebagai Pembaharu (Mujaddid), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam). Jurnalis Muslim hendaknya menjadi “jurubicara” para pembaharu, yang menyerukan umat Islam memegang teguh Al-Quran & As-Sunnah, memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengamalannya (membersihkannya dari bidah, khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-Islami), dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.
4. Sebagai Pemersatu (Muwahid), yaitu harus mampu menjadi jembatan yang mempersatukan umat Islam. Oleh karena itu, kode etik jurnalistik yang berupa impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu dan menyajikan dua sisi dari setiap informasi atau both side information) harus ditegakkan.
5. Sebagai Pejuang (Mujahid), yaitu pejuang-pembela Islam. Melalui media massa, jurnalis Muslim berusaha keras membentuk pendapat umum yang mendorong penegakkan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan lil alamin, serta menanamkan ruhul jihad di kalangan umat.
Jurnalistik Islami harus bermisi amar maruf nahi munkar, maka ciri khas jurnalistik Islami adalah menyebarluaskan informasi tentang perintah dan larangan Allah SWT. Ia berpesan (memberikan message) dan berusaha keras untuk mempengaruhi komunikan/khalayak, agar berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Dakwah-dakwah
Jurnalistik Islami tentu saja menghindari gambar-gambar ataupun ungkapan-ungkapan pornografis, menjauhkan promosi kemaksiatan, atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita bohong, mendukung kemunkaran, dan sebagainya. Jurnalistik Islami harus mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, perilaku destruktif, dan menawarkan solusi Islami atas setiap masalah.nogibah, no sensasi berita, no gosip
Karena jurnalistik Islami adalah jurnalistik dakwah, setiap jurnalis Muslim berkewajiban menjadikan jurnalistik Islami sebagai Ideology dalam profesinya. Baik jurnalis Muslim yang bekerja pada media massa umum maupun –apalagi– pada media massa Islam. Karena dakwah memang merupakan kewajiban melekat dalam diri setiap Muslim.
Jurnalis Muslim memang akan sulit mengemban misinya atau mematuhi “ideologi jurnalistik Islami-nya, jika ia bekerja pada media massa non-Islam, atau media yang jauh dari misi Islami, karena ia kemungkinan terbawa arus dan terkena kebijakan redaksional yang tidak committed akan nilai-nilai Islam.
Latihan
Prinsip pertama, berpihak kepada kebenaran Islam. Maksudnya, berusaha membuat isi pemberitaan tidak menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah (Hadits).
Allah SWT berfirman:
“….Dan ingatlah nikmat Allah padamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Al Kitab (al-Quran) dan al-Hikmah (as-Sunnah). Allah memberi pelajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasannya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu .” (QS al-Baqarah [2]: 231).
Prinsip kedua, peduli dengan urusan umat Islam. Seorang jurnalis muslim adalah orang yang peduli terhadap urusan umat Islam. Maka melalui pemberitaanya, jurnalis muslim harus selalu membela atau mendukung urusan umat Islam diberbagai aspek kehidupan. Siapa saja yang tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka ia bukan golongan mereka.
Prinsip ketiga, membangun interaksi sosial secara luas. Bukanlah jurnalis Muslim jika tidak mampu bergaul dengan banyak orang dari berbagai kalangan atau golongan masyarakat. Karena dengan itu, jurnalis dapat memperoleh banyak informasi maupun pengetahuan untuk dijadikan berita yang bermanfaat. Upayakan pemberitaan yang dihasilkan jurnalis muslim mampu memberikan solusi bagi persoalan kehidupan masyarakat. Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin itu akrab dan mudah diakrabi, dan tidak ada kebaikan orang yang tidak demikian, dan sebaik-baik orang ialah yang paling bermanfaat bagi orang lain”.(HR At-Thabrani).
Prinsip keempat, berlaku adil dalam membangun pemberitaan. Selama dalam proses pencarian kebenaran, jurnalis muslim harus seimbang memposisikan nara sumber dalam suatu pemberitaan. Intinya, supaya jangan sampai terjadi, seseorang atau sekelompok orang menerima ketidakadilan dalam suatu pemberitaan; cenderung disalahkan secara sepihak dengan tidak memberikannya kesempatan untuk berbicara; menyampaikan keterangan, pendapat, alasan, maupun sanggahan – padahal mereka belum jelas terbukti bersalah. Karena Allah memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil, firman-Nya: Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.Al-Maidah[5]: 8).
Prinsip kelima, bekerja secara professional. Jurnalis Muslim harus menyadari bahwa pekerjaannya merupakan suatu amanah yang mesti dilaksanakan dengan baik. Jurnalis Muslim adalah jurnalis yang jujur dalam membangun pemberitaan; mengungkapkan fakta dan data secara apa adanya; objektif, dan jelas sumbernya.
Allah SWT berfirman:
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. (Al-ahzab [33] : 70).
Jurnalis Muslim yang bekerja secara professional juga berarti hanya menerima upah atau gaji dari perusahaan media tempat bekerjanya saja, tidak menerima ‘uang amplop’ atau suap dari nara sumber. Bekerja secara professional bagi Jurnalis Muslim adalah bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh, bersemangat, dan penuh kesabaran; sabar ketika menghadapi berbagai macam karakter nara sumber, sabar dalam menghadapi medan liputan yang tidak nyaman, lokasi tempat terjadinya suatu peristiwa yang jauh, menghadapi persoalan yang rumit untuk diberitakan dan lain-lain. Kemudian selalu berupaya membangun pemberitaan yang bertanggungjawab, menyeru kepada perbuatan baik dan mencegah kemungkaran atau kezhaliman.
Prinsip keenam, selalu berpikir positif. Maksudnya menghindari prasangka buruk, melainkan selalu berupaya mencari solusi terhadap suatu persoalan yang akan diberitakan dalam media.
Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka…(QS. Al-Hujurat:12).
Prinsip ketujuh, selalu berpikir kritis. Maksudnya, berupaya menggali informasi secara mendalam, tidak mudah mempercayai pernyataan dari nara sumber mengenai peristiwa tertentu yang akan diberitakan sebelum mengetahui dengan jelas kenyataan yang sebenarnya.
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya…”.(Q.S. Al-Isra [17]:36).
0 komentar:
Posting Komentar