Bedah Buku LDK
Mohamad Ali Shodikin (Pengurus Harian)
- Novel Kemi -
Musyahid (Kaderisasi)
- Memahami Dakwah Lintas Budaya -
28 Rabiul Tsani 1433 H / 21 Maret 2012
09.45 WIB
MC : Akhina ARR Kariim
Tilawah : Akhina Triyanto
1. Nama buku : Kemi (Novel)
Penulis : Dr. Adhian Husaini
Penerbit :
Pembedah : Mohamad Ali Shodikin (Pengurus Harian-PBA 2010)
Adhian Husaini adalah seorang penulis dan pakar studi pemikiran Islam. Beliau lahir di Bojonegoro pada 17 Desember 1965 dan telah menempuh pendidikan mulai dari mendapat gelar sarjana di FKH IPB, megister HI dengan konsentrasi studi Politik Timur Tengah di Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya, serta gelar doktor dalam bidang Peradaban Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization-International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM). Tulisan beliau bisa diakses di http://www.insistnet.com/ atau di CAP Hidayatullah
Novel ini diawali dengan ayat
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya ( Q.S. An-Nuur : 39 )
Novel ini mengungkap liku-liku pemikiran dan kondisi kejiwaan sejumlah aktivis liberal di negeri antah berantah yang belum terungkap dalam karya penulis fiksi sebelum ini. Novel ini wajib dibaca oleh para santri dan keluarga muslim yang mencintai keimanan dan berkeinginan selamat dari jeratan angan-angan dan gurita liberalisme yang tiap detik menyerbu pikiran mereka.
Diawali dengan kepergian Kemi, satu santri yang cerdas PonPes Minhajul Muslimin asuhan Kyai Rois, Adhian Husaini memulai novelini dengan memberikan prolog bahwa kepergian yang tiba-tiba dari seorang santri, pasti memiliki latar belakang yang tidak sederhana. Kemi diceritakan memulai aktivitas barunya di salah satu kampus perdamaian di Jakarta yang menerima mahasiswa dari agama apapun. Tergerak untuk menelisik dan keinginan mengembalikan sahabatnya kembali ke pesantren, Rahmat, tokoh utama novel ini , menyusul ke Jakarta.
Selanjutnya, Adhian Husaini menuturkan bagwa Rahmat memberanikan diri menjawab tantangan Kemi dengan bergabung denganya di Jakarta dengan azzam meluruskan pemikiran Kemi agar tidak berdampak luas, termasuk untuk pesantrennya. Berbekal ilmu dari dan komunikasi intens dengan Kyai Rois, Rahmat memulai investigasinya ke Kemi. Mulai dari pertemuannya dengan Sabar-anak kampung yang mencurigai aktivitas Kemi dan kawanannya di salah satu rumah besar di kampungnya, pertemuan dengan Siti, sampai perdebatan dengan rektor Profesor Malikan mewarnai hari pertamaRahmat. Dia menjadi bahan pembicaraan sekampus setelah dalam perdebatan tersebut dia unggul karena berhasil mematahkan argumen pemikiran liberal pak rektor.
Klimaks dari novel ini diawali dengan wafatnya Kyai Dulpikir, seorang pemikir liberal yang kala itu mengetuai sebuah seminar terbuka di kampus setelah didebat oleh Rahmat. Sejak saat itu, Rahmat diamankan oleh salah seorang kerabat Kyai Rois. Berita kematian Kyai Dulpikir tersebar luas di media massa tanpa disadari oleh Rahmat. Siti yang sedari awa menghilang tak berjejak sejak pertemuan terakhir, mengingatkan Rahmat akan pesannya umtuk selalu berhati-hati. Nyawanya terancam. Karena terlibat dalam kasus ini.
Dan dari sini, akhirnya terkuaklah misteri ada apa di balik aktivitas Kemi dan kawanannya. Alhasil, di balik aktivitas Kemi ternyata ada orang-orang yang menunggangi penyebaran liberal demi uang dan cairnya dana asing yang menghendaki pemikiran liberal menyebar di masyarakat. Kasus ini berhasil diusut dengan ditangkapnya Roman-yang notabene diceritakan sebagai teman diskusi Kemi- meskipun harus dibayar dengan taruhan nyawa, Kemi yang diakhir cerita sadar akan kesalahan pilihannya.
2. Nama buku : Memahami Dakwah Lintas Budaya
Penulis :
Penerbit :
Pembedah : Musyahid (Kaderisasi-PAI 2009)
Dakwah itu ada dua metode yaitu Politik dan Kultural. Dari keduanya ada kelebihan dan ada kekurangan.
1. Dakwah secara Politik (Siyasi) adalah dakwah secara structural untuk menyebarkan Islam dengan membuat suatu jaringan untuk memperkuat suatu daerah.
Dalam hal ini banyak contoh, sebagian dari contoh tersebut adalah Sholahuddin AL Ayyubi, ia berangkat dari seorang diri yang tiada pernah ada yang mengajak pada pembebasan Paletina (yang pada saat itu Palestina sedang di duduki Barat-dalam Perang Salib). Oleh karena ia membaca kondisi yang cukup mengkhawatirkan dari pemuda yang saat itu tidak ada ghiroh lagi untuk memperjuangkan Islam, malah mereka (umat Islam) saling bertikai oleh karena Madzhab yang menjadikan mereka menjadikan madzhab mereka menjadi manhaj mereka, maka kaum muslimin pada waktu itu lupa akan bahaya yang menintai mereka oleh karena disibukkan dengan perselisihan mereka. Maka Al Ayyubu yang dapat membaca kondisi seperti ini, berusaha untuk menyatukan antar madzhab yang menjelma menjadi golongan tersebut kepada persatuan Islam dalam membela tanah mereka dari barat, terutama Al Quds Palestina.
Contoh yang lainnya adalah Hasan Al Bana. Ia mendakwahkan Islam dengan structural, sehingga dapat cepat mendapatkan rekan (sahabat) untuk mendukung dalam dakwahnya. Dakwah ini dilakukan kepada para pemuda(khususnya) karena masih mempunyai kesemangatan dalam menjalani kehidupan dan yang pasti ada ganjalan dalam diri jika jati dirinya tidak terpenuhi. Dan pada saat itu, yang sedang menguasai suhu di Mesir adalah Inggris, yang selain ingin menguasai Mesir secara teritorial, juga melemahkan keagamaan pada masyarakat (Islam) oleh karena jika keislaman seseorang tidak dilemahkan, maka Inggris tidak akan bisa berkuasa di Mesir.
Oleh karena itulah Hasan Al Bana dapat membaca situasi yang dapat menghancurkan masa depan Islam ini. Berbagai sarana (media, dakwah secara langsung, dsb) Hasan Al Bana berhasil merangkul para pemuda Mesir yang memang telah jauh dari nilai-nilai Islam, lalu ada yang menyiramnya kembali.
Dakwah ini secara cepat dapat merambah ke berbagai kalangan dan teritorial. Bukan hanya tempat ia berdiam (Kairo), akan tetapi dakwahnya juga merambah ke seluruh Mesir dengan begitu cepat dan tidak hanya itu, dakwahnyapun dapat menyebar sampai Palestina dan Negara Timur Tengah lainya. Bahkan sampai kepada Indonesia.
Akan tetapi ada sisi kekurangan dari metode ini, karena selain cepat menebar luas dan menjadika teritorial terwujud daerah Islam, ia juga cepat dalam meleburnya nilai-nilai itu jika tokoh atau yang menjadi panutan tiada.
2. Dakwah secara Kultural (Fungsional) adalah dakwah nafsi-nafsi atau dakwah kepada masyarat dengan menanamkan nilai Keislaman dengan melihat kondisi masyrakat (kebudayaan) tersebut. Sehingga dakwah seperti ini lama, oleh karena penanaman nikla-niali yang dapat dirasakan hati dan kebudayaan setempat secara langsung tanpa meninggalkannya.
Akan tetapi, dengan dakwah ini, walau lama mempunyai sisi kelebihannya. Yaitu lama melekat kepada masyarakat serta lama hilangnya dari hati masyarakat. Dalam hal ini, dakwah ini diwakili oleh Wali Songo yang ada di Indonesia.
Kita harus hati-hati dengan banyaknya pemikiran-pemikiran yang menyimpang dari aqidah yang shohih, guna membentengi iman kita.
0 komentar:
Posting Komentar