10/01/2013

MEMBAWA INDAHNYA RAMADHAN SEPANJANG TAHUN

MEMBAWA INDAHNYA  RAMADHAN SEPANJANG TAHUN
Oleh: Tri Wahyu Hidayati
Telah hampir satu bulan ini Ramadhan berlalu dari kehidupan orang mu’min, berganti dengan bulan Syawal. Ramainya pasar dan mal menampung orang yang sibuk berbelanja telah mulai reda. Hiruk pikuk lalu lintas arus balik dan mudik-pun telah usai. Pos-pos keamanan yang sengaja digelar oleh kepolisian dan swasta juga telah usai. Secara perlahan tapi pasti,umat Islam Indonesia kembali pada pola sebelum Ramadhan dan Syawal.
Itulah Ramadhan bulan yang istimewa dan indah. Bahkan seandainya manusia
mengetahui keindahan Ramadhan itu, maka setiap orang akan berharap bahwa sepanjang tahun itu adalah Ramadhan (HR. Thabrani). Nah... ketika Ramadhan telah pergi, agar hikmah dan indahnya Ramadhan menyatu dalam hidup manusia sepanjang tahun, baiknya kita merenung. Apakah hikmah puasa telah kita peroleh? Apakah kita telah menjadi pribadi yang lebih baik setelah dilatih selama satu bulan penuh? Apakah kita menjadi pribadi yang lebih takut pada Allah dalam keadaan apapun? Apakah kita menjadi orang dengan belas kasih dan empati pada sesama? Apakah kita bisa mewujudkan kedamaian dalam kehidupan?
Di bulan Ramadhan, orang-orang mu’min berpuasa, menahan lapar dan dahaga dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Tidak ada orang lain yang mengetahui kebenaran seseorang berpuasa atau tidak, kecuali dirinya dan Allah. Artinya, orang yang berpuasa dilatih untuk jujur dan takut pada Allah, baik ketika sendiri atau bersama orang lain. Dengan demikian puasa Ramadhan melatih seseorang untuk selalu merasa dalam pengawasan Allah. Selanjutnya ketika seseorang selalu merasa dalam pengawasan Allah, maka dia tidak akan berani melakukan hal-hal yang melanggar aturan Allah. Kalau demikian adanya, seorang pemimpin tidak berani untuk menyelewengkan kekuasaannya, tidak berani korupsi. Dengan demikian nampaklah betapa hebatnya efek puasa Ramadhan bagi hidup seorang mu’min, karena dia akan betul-betul menjiwai bahwa apapun yang dilakukan, apapun yang diucapkan, baik maupun buruk, selalu ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat (QS. Qaf: 18).
Orang yang berpuasa menahan diri tidak makan dan minum, meski dia mampu untuk membelinya, atau mengambilnya dari dari meja makan di rumahnya. Pelajaran ini  bisa diterapkan dalam hidup keseharian di luar bulan Ramadhan. Meski seseorang mampu menyediakan makanan enak dan beragam, dia juga harus bisa menahan diri. Yang penting kebutuhan pokok tubuhnya telah terpenuhi, maka dia akan berhenti, tidak akan berlebihan (QS al-A’raf: 31). Berlebihan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman akan berakibat tidak baik pada kesehatan. Obesitas dan dampak ikutannya seperti penyakit kencing manis, akan mendatangkan masalah yang serius bagi seseorang.  
Seseorang yang berpuasa harus menahan diri untuk bisa menjaga hati dan anggota tubuhnya agar tidak menyakiti orang lain. Dia juga harus menahan diri untuk tidak riya’, ghibah, namimah, karena itu akan mengurangi pahala puasa. Dia akan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat, dan menggantinya dengan amal shalih. Semangat seperti ini layak untuk diteruskan sepanjang tahun, tidak hanya di bulan Ramadhan, maka dia akan menjadi orang mu’min yang akan menemukan keberuntungan dalam hidupnya (QS al-Mu’minun:1-3). Itulah kunci kesuksesan hidup, mampu menahan diri. Kemampuan untuk menahan diri penting bagi hidup manusia.
Seseorang yang mendapatkan amanah menjadi pemimpin, dia harus menjaga dan menunaikannya dengan baik. Dia tidak boleh hanya memikirkan keuntungan pribadinya saja, namun sebaliknya dia harus memikirkan kesejahteraan dan kemajuan orang-orang yang dipimpinnya. Dia harus bisa menahan diri untuk tidak mengambil keuntungan yang bukan haknya, meski itu bisa dilakukan dengan kedudukan yang disandangnya. Dia harus menahan diri untuk tidak korupsi, meski mungkin  dia mengetahui liku-liku jalannya keuangan dan celah yang bisa dimanfaatkan. Bila demikian adanya, alangkah indahnya kehidupan manusia. Seperti bangsaIndonesia, dengan berkah kekayaan alam yang melimpah, mestinya rakyat hidup sejahtera. Itu akan terjadi bila para pemimpinnya amanah, menahan diri untuk tidak bertindak demi kepentingannya sendiri. Maka bukan suatu yang mustahil, Indonesia akan menjadi negeri impian, pemimpin peduli pada rakyatnya, rakyat taat pada pemimpinnya, dan hidup sejahtera dalam lindungan dan ampunan Allah, baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur (QS Saba’: 15).
Orang yang memiliki harta yang melimpah juga harus bisa menahan diri. Menahan diri untuk tidak terlena dengan kemewahan yang dimiliki, meski dia memperoleh harta tersebut dengan usahanya sendiri. Karena dia akan ingat peringatan Allah di surat at-Takatsur (1-2), bahwa bermegah-megahan telah melalaikan manusia sampai dia masuk ke liang kubur. Dengan pengendalian diri yang bagus, orang kaya tidak  hanya sibuk menghitung kekayaannya. Dia juga sadar betul bahwa kekayaannya tidak akan membuat dia langgeng (QS al-Humazah 1-3). Sebaliknya dengan kekayaan yang melimpah dia bisa menanam kebaikan, dengan menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah,  yang pasti akan dipanen dengan hasil yang berlipat ganda nanti di akhirat (QS al-Baqarah:261-262).
Puasa Ramadhan melatih seorang mu’min untuk disiplin mengatur waktu. Kapan harus berhenti makan dan minum,dan kapan waktu berbuka, semuanya ditaati. Tidak ada yang berani melanggarnya meski lima menit. Pola yang telah teratur, disiplin ketat selama sebulan penuh, seharusnya berbekas pada pribadi setiap mu’min yang telah menjalani puasa Ramadhan. Disiplin waktu akan merembet dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Dalam kehidupan pribadi, seseorang menjadi tertib dalam shalat, belajar dan kegiatan lain. Dalam kehidupan sosial, kedisiplinan akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam bekerja. Bila demikian adanya, maka istilah jam karet tidak lagi terjadi. Tidak banyak waktu terbuang, karena saling tunggu akibat ketidaksiplinan dalam menepati jadwal yang sudah ditetapkan. Orang-orang mu’min akan meningkat produktivitasnya, karena disiplin dalam bekerja. Alangkah indahnya, peringatan Allah tentang pentingnya waktu, sampai Allah  bersumpah dengan waktu (QS al-’Ashr:1).
Puasa mengajarkan persamaan umat di hadapan Allah. Tidak ada perbedaan, kaya-miskin, orang berpangkat-rakyat biasa, kulit hitam-putih, laki-laki- perempuan, semua sama merasakan lapar dan dahaga, taat pada ketentuan Allah, menepati jadwal kapan waktu imsak dan datangnya waktu berbuka puasa. Yang membedakan di antara mereka hanya hanya kualitas puasa, yang hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan dan Allah saja. Hal ini sesuai dengan sabda  Nabi Muhammad ”ash-shaumu lii wa ana ajzii bihi”. Seorang yang berpangkat tinggi, tidak akan mendapatkan kemuliaan di sisi Allah, bila puasanya bolong-bolong. Sebaliknya, seorang yang tidak berpangkat bisa meraih kemuliaan di sisi Allah, bila puasanya sempurna. Demikian inilah gambaran sesungguhnya, kemuliaan seseorang tidak ditentukan oleh pangkat, harta, rupa wajah, suku bangsa, namun kemuliaan hidup diraih karena derajat ketakwaannya (lihat QS al-Hujurat:13). Bila kesadaran tentang persamaan kedudukan manusia di hadapan Allah telah mewujud dalam pribadi masing-masing individu, maka tidak akan ada penjajahan, perbudakan, atau tindakan diskriminatif. Manusia akan hidup dalam kedamaian dan keadilan.    
Puasa mengajarkan rasa welas asih pada sesama. Hal ini berawal dari rasa lapar dan dahaga yang dirasakan oleh orang yang berpuasa. Rasa lapar dan dahaga inilah yang dirasakan setiap hari oleh orang-orang miskin. Ketika merasakan sebuah keadaan yang tidak nyaman inilah, kemudian akan memunculkan rasa empati pada orang papa, orang yang hidup kekurangan, yang tentu penderitaannya lebih dari sekedar lapar dan dahaga, mungkin  juga tidak memiliki tempat tinggal. Rasa empati ini akan melahirkan rasa sayang dan menggerakkan hatinya untuk peduli pada hidup orang miskin. Maka kemudian muncul kesadaran untuk berbagi, misalnya menjadi orang tua asuh bagi pendidikan anak-anak tidak mampu, menjadi donatur untuk panti asuhan, dan berbagai jenis kegiatan amal lainnya. Bila demikian adanya, berbagai persoalan yang membelit bangsa ini akibat kemiskinan, sedikit demi sedikit akan teratasi. Kekayaan tidak hanya berputar di antara orang kaya, sebagaimana harapan al-Quran surat al-Hasyr ayat 7. Kemakmuran tidak hanya terjadi pada sebagian golongan, kesejahteraan tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Namun sebaliknya, kesejahteraan dan keadilan dirasakan bersama oleh seluruh bangsa Indonesia, seperti keinginan luhur pendiri negara ini yang tercantum dalam Pancasila sila ke 5, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keindahan Ramadhan yang lain adalah bulan dimana Allah menurunkan al-Qur’an, kitab pedoman hidup manusia untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil. Diturunkannya al-Qur’an pada suatu malam yang diberkahi (QS ad-Dukhan: 3), malam yang penuh kemuliaan (lailatul qadr). Kemuliaannya digambarkan oleh Allah lebih baik dari seribu bulan (QS al-Qadr:1-3). Inilah yang banyak diburu oleh pribadi-pribadi yang telah terseleksi keistiqamahannya sejak awal Ramadhan, kemudian meningkat terus sampai sepuluh akhir bulan Ramadhan. Itu semuanya tentu tidak dapat dipeoleh dengan instan, tanpa melalui keistiqamahan sejak awal Ramadhan. Hanya orang-orang terpilih yang telah terseleksi, karena secara fisik kondisi orang-orang yang berpuasa telah mulai menurun. Hal ini juga terlihat dari jumlah shaf shalat tarawih di masjid atu mushalla yang makin hari terlihat makin maju, jamaahnya makin sedikit. Bahkan sebagian orang, menghabiskan malam-malam akhir Ramadhan dengan sibuk berbelanja pernik-pernik lebaran dan baju baru. Keadaan ini dimanfaatkan oleh pusat perbelanjaan besar seperti Matahari dengan menggelar Great Sale, discount besar-besaran, yang makin menggoda keinginan seseorang untuk shopping. Kondisi tersebut paradoks dengan anjuran Nabi Muhammad untuk mengencangkan ikat pinggang, menyingsingkan baju untuk berpacu berlomba meningkatkan amal shalih. Nabi Muhammad menganjurkan untuk bersungguh-sungguh meningkatkan amal shalih di akhir Ramadhan agar dapat meraih kemuliaan yang dijanjikan, yaitu lailatul qadr, tanpa menyebut saat yang pasti kapan terjadinya. Ini mengandung pelajaran besar bahwa kesuksesan tidak akan datang dengan sendirinya, namun melalui usaha berpeluh keringat (sejalan dengan firman Allah surat ar-Ra’d: 11). Gelar kesarjanaan dengan nilai cumlaude tidak akan diraih hanya dengan leha-leha ,kesuksesan harus diperjuangkan.
Itulah sebagian keindahan Ramadhan, yang seharusnya membekas pada pada diri oarang-orang yang menjalankan puasa Ramadhan dan mengisi Ramadhan dengan amal shalih. Nilai-nilai penting yang bisa diambil dari indahnya bulan Ramadhan, di antaranya adalah muraqabah (merasa dalam pengawasan Allah), pengendalian diri, kedisiplinan, persamaan sesama manusia, cinta kasih dan etos kerja. Apabila nilai-nilai tersebut mampu dibawa dan diterapkan sepanjang tahun, maka akan melahirkan pribadi-pribadi yang hebat, yang tangguh dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Hikmah terbesar puasa  Ramadhan adalah agar pelakunya menjadi orang yang bertakwa (hal ini sejalan dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah: 183). Bila penduduk suatu negeri adalah insan-insan bertakwa itu, maka niscaya Allah akan menurunkan keberkahan di negeri tersebut (QS al-A’raf: 96). Amiin.
Wa Allahu a’lamu bish-shawab

0 komentar:

Posting Komentar

 

terimakasih atas kunjungannya

we love palestina

Lambang LDK

hubungi kami di:

Jl. Tentara Pelajar No. 2 gedung A, Lt. I kampus I STAIN Salatiga 50721
Phone: 085744479682
E-mail: ldkdarulamal.stainsltg@gmail.com
FB: LDK Darul Amal STAIN Salatiga "