Menulis, Sulitkah?
Oleh Ahmad Fikri Sabiq
“Gagasan seseorang akan dikenang oleh orang lain di masa depan dengan cara menorehkannya dalam tulisan.“
Oleh Ahmad Fikri Sabiq
“Gagasan seseorang akan dikenang oleh orang lain di masa depan dengan cara menorehkannya dalam tulisan.“
BAGI sebagian orang,
menulis merupakan sebuah hobi yang sangat menyenangkan. Dan tidak sedikit yang
menjadikannya untuk mencari tambahan uang jajan. Bahkan menjadi sebuah profesi.
Di kalangan
mahasiswa, menulis merupakan sebuah keniscayaan. Membuat tugas kuliah, makalah,
laporan observasi, journal, skripsi, thesis, maupun disertasi
merupakan bagian dari aktivitas menulis di kalangan masyarakat kampus.
Ada yang beranggapan
menulis itu sulit, dan ada juga yang menyatakan bahwa keterampilan menulis
merupakan bakat yang diberikan oleh Allah sejak lahir. Benarkah?
Setidaknya ada tiga alasan penyebab yang
menjadikan menulis itu terasa sulit. Pertama, karena seringnya menonton
dan mendengarkan. Kegiatan menonton dan mendengarkan bisa dibilang kegiatan
yang pasif karena tidak bisa menghasilkan suatu hal yang nampak nyata dan jelas
hasilnya.
Kedua, seorang yang mencoba untuk menulis sering
terbebani bahwa tulisannya harus bagus dan mudah dimengerti. Ketiga,
menghilangnya ruh atau jiwa pada saat menulis. Kegiatan menulis menjadi tidak mood
lagi, kehilangan tujuan dari menulis dan lainnya.
Menulis untuk diri sendiri
Langkah awal yang bisa dilakukan bagi
pemula untuk menulis adalah menulis untuk dirinya sendiri. Dalam arti, tidak
terikat dan tidak mengikuti aturan-aturan orang lain. Menulis bisa menjadi enjoy
apa adanya, semau gue, dan sebagainya. Dalam tahap ini, tulisan tidak harus
bagus dan tidak harus mudah dipahami orang lain. Yang terpenting adalah mulai
merangkai kata-kata menjadi kalimat.
Setelah mindset tersebut sudah
terbentuk, step selanjutnya yaitu menentukan topik yang mau ditulis,
topik tersebut bisa berupa hal yang sifatnya membujuk, meminta, mengajak,
menginformasikan, mencurahkan perasaan, dan mengekspresikan gagasan. Dalam
memilih topik bisa mempertimbangkan hal-hal yang disukai dan sering ditemui
dalam keseharian. Dan untuk mendukung topik, bisa dengan mencari
literatur sekunder sebagai alat bantu, dan juga dengan mempelajari profil
pembaca. Setelah itu, langsung
dimulai dengan menorehkan tinta di atas kertas kosong secara bebas
(free-writing).
Menulis Berita dan Cerita
Menulis berita dan
cerita memiliki karakteristik tersendiri. Kalau berita, merupakan menulis fakta
dari suatu peristiwa dan menyangkut dari orang banyak. Cara menulis berita adalah dengan
melengkapi aspek 5W+1H, yaitu what, where, who, when, why, dan how.
Dalam menulis berita
juga mengedepankan kelayakan dan nilai dari sebuah berita. Kelayakan sebuah
berita bisa dilihat pada keakuratan dan kehangatan sebuah berita. Selain itu juga harus lengkap, adil,
berimbang, objektif, jelas, dan ringkas. Adapun nilai sebuah berita
bisa dilihat pada aspek keaktualan, kedekatan, dampak peristiwa dan
keterkenalan.
Sedangkan dalam
cerita lebih mengedepankan emosi dan memiliki jiwa atau ruh. Cara menghadirkan
ruh atau jiwa adalah dengan menceritakan apa saja yang ditangkap oleh panca
indera, memakai mata hati, menceritakan detailnya peristiwa, dan memilih diksi
yang tepat.
Oleh Ahmad Fikri Sabiq, Mahasiswa Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga / Pengurus
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Darul Amal STAIN Salatiga.
0 komentar:
Posting Komentar