Persatuan Umat Islam
Oleh Ahmad Fikri Sabiq
Ketika umat Islam ini bersatu, maka akan semakin
kuat dalam mengembangkan da’wah di muka bumi. Tapi, mungkinkah Umat Islam bersatu?
Pertanyaan itulah yang menghiasi pikiran penulis ketika melihat keadaan umat
ini yang saling menjatuhkan. Banyak sekali di jejaring sosial terjadi saling
menghina antar golongan dari umat Islam ini. Dari pemikiran yang liberal,
fundamental, teroris,
dan sekuler, tidak lepas dari bahan pembicaraan.
Perselisihan pendapat di kalangan umat Islam tidak
hanya ada pada zaman sekarang, tapi zaman sahabat Nabi pun sudah ada. Misalnya
sahabat Umar bin Khattab dengan sahabat lainnya dalam memutuskan suatu hal
ataupun dalam mengambil sabuah kebijakan agama.
Lantas, meskipun di antara mereka terjadi ikhtilaf, para sahabat tidak saling
menjatuhkan dan tidak saling mengkafirkan. Mereka menghormati pendapat satu
sama lain. Nah, sikap tasamuh (baca : toleransi) inilah yang
seharusnya ditiru demi persatuan dan kesatuan umat Islam.
Meminjam istilah dari Amin
Abdullah, umat Islam bisa memakai konsep Absolute-Relative
agar bisa terjaga saling menghormati dan kerukunan. Absolut bisa dikatakan mutlak atau fanatik, yaitu merupakan
konsep bahwa apa yang seseorang percayai merupakan hal yang paling benar dan
yang lain salah. Dalam beragama, harus ada rasa fanatic. Nonton pertandingan
sepak bola saja harus fanatik, apa lagi dalam beragama, tentunya harus fanatik.
Meskipun demikian, dalam
berkeyakinan juga harus memakai konsep relative,
saling menghormati keyakinan yang dipegang orang lain, karena itulah yang
diyakini oleh orang tersebut sebagaimana kita meyakini terhadap apa yang kita
yakini.
Jadi, meskipun kita berasal
dari organisasi dan pemikiran yang berbeda, semisal Nahdlatul Ulama`,
Muhammadiyah, Persis, Salafi, Hizbut Tahrir, dan lainnya, maupun yang memiliki
pemikiran fundamentalis, liberal, dan lainnya, yang terpenting dan yang pasti
bahwa kita adalah umat Islam yang berpedoman kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah,
memiliki syahadat yang sama, dan memiliki Rasul yang sama.
Kita boleh untuk mengajak orang untuk mengikuti
sesuai apa yang kita yakini, tapi bukan tempatnya ketika antar umat ini saling
menghina, menjatuhkan, membid’ahkan, dan bahkan mengkafirkan satu sama lain.
Barokallahu fikum. Wallahu a'lamu bis shawab. []
0 komentar:
Posting Komentar